MENGENAL ULOS BATAK

Oloan Pardede

[ JENIS DAN TATA CARA PENGGUNAANNYA ]

Pada jaman dahulu sebelum orang batak mengenal tekstil buatan luar, ulos adalah pakaian sehari-hari. Bila dipakai laki-laki bagian atasnya disebut “hande-hande” sedang bagian bawah disebut “singkot” kemudian bagian penutup kepala disebut “tali-tali” atau “detar”.
Bia dipakai perempuan, bagian bawah hingga batas dada disebut “haen”, untuk penutup pungung disebut “hoba-hoba” dan bila dipakai berupa selendang disebut “ampe-ampe” dan yang dipakai sebagai penutup kepala disebut “saong”.
Apabila seorang wanita sedang menggendong anak, penutup punggung disebut “hohop-hohop” sedang alat untuk menggendong disebut’ “parompa”.
Sampai sekarang tradisi berpakaian cara ini masih bias kita lihat didaerah pedalaman Tapanuli.
Tidak semua ulos Batak dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ulos jugia, ragi hidup, ragi hotang dan runjat. Biasanya adalah simpanan dan hanya dipakai pada waktu tertentu saja.

Proses pembuatan ulos batak.

Bagi awam dirasa sangat unik. Bahan dasar ulos pada umumnya adalah sama yaitu sejenis benang yang dipintal dari kapas. Yang membedakan sebuah ulos adalah proses pembuatannya. Ini merupakan ukuran penentuan nilai sebuah ulos.

Untuk memberi warna dasar benang ulos, sejenis tumbuhan nila (salaon) dimasukkan kedalam sebuah periuk tanah yang telah diisi air. Tumbuhan ini direndam (digon-gon) berhari-hari hingga gatahnya keluar, lalu diperas dan ampasnya dibuang. Hasilnya ialah cairan berwarna hitam kebiru-biruan yang disebut “itom”.

Periuk tanah (palabuan) diisi dengan air hujan yang tertampung pada lekuk batu (aek ni nanturge) dicampur dengan air kapur secukupnya. Kemudian cairan yang berwarna hitam kebiru-biruan tadi dimasukkan, lalu diaduk hingga larut. Ini disebut “manggaru”. Kedalaman cairan inilah benang dicelupkan.
Sebelum dicelupkan, benang terlebih dahulu dililit dengan benang lain pada bahagian-bahagian tertentu menurut warna yang diingini, setelah itu proses pencelupan dimulai secara berulang-ulang. Proses ini memakan waktu yang sangat lama bahkan berbulan-bulan dan ada kalahnya ada yang sampai bertahun.

Setelah warna yang diharapkan tercapai, benang tadi kemudian disepuh dengan air lumpur yang dicampur dengan air abu, lalu dimasak hingga mendidih sampai benang tadi kelihatan mengkilat. Ini disebut “mar-sigira”. Biasanya dilakukan pada waktu pagi ditepi kali atau dipinggiran sungai/danau.

Bilamana warna yang diharapkan sudah cukup matang, lilitan benang kemudian dibuka untuk “diunggas” agar benang menjadi kuat. Benang direndam kedalam periuk yang berisi nasi hingga meresap keseluruh benang. Selesai diunggas, benang dikeringkan.
Benang yang sudah kering digulung (dihulhul) setiap jenis warna.
Setelah benang sudah lengkap dalam gulungan setiap jenis warna yang dibutuhkan pekerjaan selanjutnya adalah “mangani”. Benang yang sudah selesai diani inilah yang kemudian masuk proses penenunan.
Bila kita memperhatikan ulos Batak secara teliti, akan kelihatan bahwa cara pembuatannya yang tergolong primitif bernilai seni yang sangat tinggi.

Seperti telah diutarakan diatas, ulos Batak mempunyai bahan baku yang sama. Yang membedakan adalah poses pembuatannya mempunyai tingkatan tertentu. Misalnya bagi anak dara, yang sedang belajar bertenun hanya diperkenankan membuat ulos “parompa” ini disebut “mallage” (ulos yang dipakai untuk menggendong anak).
Tingkatan ini diukur dari jumlah lidi yang dipakai untuk memberi warna motif yang diinginkan. Tingkatan yang tinggi ialah bila dia telah mampu mempergunakan tujuh buah lidi atau disebut “marsipitu lili”. Yang bersangkutan telah dianggap cukup mampu bertenun segala jenis ulos Batak.

Jenis Ulos

1. Ulos Jugia.

Ulos ini disebut juga “ulos naso ra pipot atau “pinunsaan”.
Biasanya ulos yang harga dan nilainya sangat mahal dalam suku Batak disebut ulos “homitan” yang disimpan di “hombung” atau “parmonang-monangan” (berupa Iemari pada jaman dulu kala). Menurut kepercayaan orang Batak, ulos ini tidak diperbolehkan dipakai sembarangan kecuali orang yang sudah “saur matua” atau kata lain “naung gabe” (orang tua yang sudah mempunyai cucu dari anaknya laki-laki dan perempuan).

Selama masih ada anaknya yang belum kawin atau belum mempunyai keturuan walaupun telah mempunyai cucu dari sebahagian anaknya, orang tua tersebut belum bisa disebut atau digolongkan dengan tingkalan saur matua. Hanya orang yang disebut “nagabe” sajalah yang berhak memakai ulos tersebut. Jadi ukuran hagabeon dalam adat suku Batak bukanlah ditinjau dari kedudukan pangkat maupun kekayaan.

Tingginya aturan pemakaian jenis ulos ini menyebabkan ulos merupakan benda langka hingga banyak orang yang tidak mengenalnya. Ulos sering menjadi barang warisan orang tua kepada anaknya dan nialainya sama dengan “sitoppi” (emas yang dipakai oleh istri raja pada waktu pesta) yang ukurannya sama dengan ukuran padi yang disepakati dan tentu jumlah besar.

2. Ulos Ragi Hidup.

Ulos ini setingkat dibawah Ulos Jugia. Banyak orang beranggapan ulos ini adalah yang paling tinggi nilanya, mengingat ulos ini memasyarakat pemakainya dalam upacara adat Batak .
Ulos ini dapat dipakai untuk berbagai keperluan pada upacara duka cita maupun upacara suka cita. Dan juga dapat dipakai oleh Raja-raja maupun oleh masyarakat pertengahan. Pada jaman dahulu dipakai juga untuk “mangupa tondi” (mengukuhkan semangat) seorang anak yang baru lahir. Ulos ini juga dipakai oleh suhut si habolonan (tuan rumah). Ini yang membedakannya dengan suhut yang lain, yang dalam versi “Dalihan Na Tolu” disebut dongan tubu.

Dalam system kekeluargaan orang Batak. Kelompok satu marga ( dongan tubu) adalah kelompok “sisada raga-raga sisada somba” terhadap kelompok marga lain. Ada pepatah yang mengatakan “martanda do suhul, marbona sakkalan, marnata do suhut, marnampuna do ugasan”, yang dapat diartikan walaupun pesta itu untuk kepentingan bersama, hak yang punya hajat (suhut sihabolonan) tetap diakui sebagai pengambil kata putus (putusan terakhir).
Dengan memakai ulos ini akan jelas kelihatan siapa sebenarnya tuan rumah.

Pembuatan ulos ini berbeda dengan pembuatan ulos lain, sebab ulos ini dapat dikerjakan secara gotong royong. Dengan kata lain, dikerjakan secara terpisah dengan orang yang berbeda. Kedua sisi ulos kiri dan kanan (ambi) dikerjakan oleh dua orang. Kepala ulos atas bawah (tinorpa) dikerjakan oleh dua orang pula, sedangkan bagian tengah atau badan ulos (tor) dikerjakan satu orang. Sehingga seluruhnya dikerjakan lima orang. Kemudian hasil kerja ke lima orang ini disatukan (diihot) menjadi satu kesatuan yang disebut ulos “Ragi Hidup”.

Mengapa harus dikerjakan cara demikian? Mengerjakan ulos ini harus selesai dalam waktu tertentu menurut “hatiha” Batak (kalender Batak). Bila dimulai Artia (hari pertama) selesai di Tula (hari tengah dua puluh).

Bila seorang Tua meninggal dunia, yang memakai ulos ini ialah anak yang sulung sedang yang lainnya memakai ulos “sibolang”. Ulos ini juga sangat baik bila diberikan sebagai ulos “Panggabei” (Ulos Saur Matua) kepada cucu dari anak yang meninggal. Pada saat itu nilai ulos Ragi Hidup sama dengan ulos jugia.

Pada upacara perkawinan, ulos ini biasanya diberikan sebagai ulos “Pansamot” (untuk orang tua pengantin laki-laki) dan ulos ini tidak bisa diberikan kepada pengantin oleh siapa pun. Dan didaerah Simalungun ulos Ragi Hidup tidak boleh dipakai oleh kaum wanita.

3. Ragi Hotang.

Ulos ini biasanya diberikan kepada sepasang pengantin yang disebut sebagai ulos “Marjabu”. Dengan pemberian ulos ini dimaksudkan agar ikatan batin seperti rotan (hotang).
Cara pemberiannya kepada kedua pengantin ialah disampirkan dari sebelah kanan pengantin, ujungnya dipegang dengan tangan kanan Iaki-laki, dan ujung sebelah kiri oleh perempuan lalu disatukan ditengah dada seperti terikat.
Pada jaman dahulu rotan adalah tali pengikat sebuah benda yang dianggap paling kuat dan ampuh. Inilah yang dilambangkan oleh ragi (corak) tersebut.

4. Ulos Sadum.

Ulos ini penuh dengan warna warni yang ceria hingga sangat cocok dipakai untuk suasana suka cita. Di Tapanuli Selatan ulos ini biasanya dipakai sebagai panjangki/parompa (gendongan) bagi keturunan Daulat Baginda atau Mangaraja. Untuk mengundang (marontang) raja raja, ulos ini dipakai sebagai alas sirih diatas piring besar (pinggan godang burangir/harunduk panyurduan).
Aturan pemakaian ulos ini demikian ketat hingga ada golongan tertentu di Tapanuli Selatan dilarang memakai ulos ini. Begitu indahnya ulos ini sehingga didaerah lain sering dipakai sebagai ulos kenang-kenangan dan bahkan dibuat pula sebagai hiasan dinding. Ulos ini sering pula diberi sebagai kenang kenangan kepada pejabat pejabat yang berkunjung ke daerah.

5. Ulos Runjat.

Ulos ini biasanya dipakai oleh orang kaya atau orang terpandang sebagai ulos “edang-edang” (dipakai pada waktu pergi ke undangan). Ulos ini dapat juga diberikan kepada pengantin oleh keluarga dekat menurut versi (tohonan) Dalihan Natolu diluar hasuhutan bolon, misalnya oleh Tulang (paman), pariban (kakak pengantin perempuan yang sudah kawin), dan pamarai (pakcik pengantin perempuan). Ulos ini juga dapat diberikan pada waktu “mangupa-upa” dalam acara pesta gembira (ulaon silas ni roha).

Kelima jenis ulos ini adalah merupakan ulos homitan (simpanan) yang hanya kelihatan pada waktu tertentu saja. Karena ulos ini jarang dipakai hingga tidak perlu dicuci dan biasanya cukup dijemur di siang hari pada waktu masa bulan purnama (tula).

6. Ulos Sibolang.

Ulos ini dapat dipakai untuk keperluan duka cita atau suka cita. Untuk keperluan duka cita biasanya dipilih dari jenis warna hitamnya menonjol, sedang bila dalam acara suka cita dipilih dari warna yang putihnya menonjol. Dalam acara duka cita ulos ini paling banyak dipergunakan orang. Untuk ulos “saput” atau ulos “tujung” harusnya dari jenis ulos ini dan tidak boleh dari jenis yang lain.

Dalam upacara perkawinan ulos ini biasanya dipakai sebagai “tutup ni ampang” dan juga bisa disandang, akan tetapi dipilih dari jenis yang warnanya putihnya menonjol. Inilah yang disebut “ulos pamontari”. Karena ulos ini dapat dipakai untuk segala peristiwa adat maka ulos ini dinilai paling tinggi dari segi adat batak. Harganya relatif murah sehingga dapat dijangkau orang kebanyakan. Ulos ini tidak lajim dipakai sebagai ulos pangupa atau parompa.

7. Ulos Suri-suri Ganjang.

Biasanya disebut saja ulos Suri-suri, berhubung coraknya berbentuk sisir memanjang. Dahulu ulos ini diperguakan sebagai ampe-ampe/hande-hande. Pada waktu margondang (memukul gendang) ulos ini dipakai hula-hula menyambut pihak anak boru. Ulos ini juga dapat diberikan sebagai “ulos tondi” kepada pengantin. Ulos ini sering juga dipakai kaum wanita sebagai sabe-sabe. Ada keistimewaan ulos ini yaitu karena panjangnya melebihi ulos biasa. Bila dipakai sebagai ampe-ampe bisa mencapai dua kali lilit pada bahu kiri dan kanan sehingga kelihatan sipemakai layaknya memakai dua ulos.

8. Ulos Mangiring.

Ulos ini mempunyai corak yang saling iring-beriring. Ini melambangkan kesuburan dan kesepakatan. Ulos ini sering diberikan orang tua sebagai ulos parompa kepada cucunya. Seiring dengan pemberian ulos itu kelak akan lahir anak, kemudian lahir pula adik-adiknya sebagai temannya seiring dan sejalan. Ulos ini juga dapat dipakai sebagai pakaian sehari-hari dalam bentuk tali-tali (detar) untuk kaum laki-laki. Bagi kaum wanita juga dapat dipakai sebagai saong (tudung). Pada waktu upacara “mampe goar” (pembaptisan anak) ulos ini juga dapat dipakai sebagai bulang-bulang, diberikan pihak hula-hula kepada menantu. Bila mampe goar untuk anak sulung harus ulos jenis “Bintang maratur”.

9. Bintang Maratur.

Ulos ini menggambarkan jejeran bintang yang teratur. Jejeran bintang yang teratur didalam ulos ini menunjukkan orang yang patuh, rukun seia dan sekata dalam ikatan kekeluargaan. Juga dalam hal “sinadongan” (kekayaan) atau hasangapon (kemuliaan) tidak ada yang timpang, semuanya berada dalam tingkatan yang rata-rata sama. Dalam hidup sehari-hari dapat dipakai sebagai hande-hande (ampe-ampe), juga dapat dipakai sebagai tali-tali atau saong. Sedangkan nilai dan fungsinya sama dengan ulos mangiring dan harganya relatif sama.

10. Sitoluntuho-Bolean.

Ulos ini biasanya hanya dipakai sebagai ikat kepala atau selendang wanita. Tidak mempunyai makna adat kecuali bila diberikan kepada seorang anak yang baru lahir sebagai ulos parompa. Jenis ulos ini dapat dipakai sebagai tambahan, yang dalam istilah adat batak dikatakan sebagai ulos panoropi yang diberikan hula-hula kepada boru yang sudah terhitung keluarga jauh. Disebut Sitoluntuho karena raginya/coraknya berjejer tiga, merupakan “tuho” atau “tugal” yang biasanya dipakai untuk melubang tanah guna menanam benih.

11. Uos Jungkit.

Ulos ini jenis ulos “nanidondang” atau ulos paruda (permata). Purada atau permata merupakan penghias dari ulos tersebut. Dahulu ulos ini dipakai oleh para anak gadis dan keluarga Raja-raja untuk hoba-hoba yang dipakai hingga dada. Juga dipakai pada waktu menerima tamu pembesar atau pada waktu kawin.

Pada waktu dahulu kala, purada atau permata ini dibawa oleh saudagar-saudagar dari India lewat Bandar Barus. Pada pertengahan abad XX ini, permata tersebut tidak ada lagi diperdagangkan. Maka bentuk permata dari ragi ulos tersebut diganti dengan cara “manjungkit” (mengkait) benang ulos tersebut. Ragi yang dibuat hampir mirip dengan kain songket buatan Rejang atau Lebong. Karena proses pembuatannya sangat sulit, menyebabkan ulos ini merupakan barang langka, maka kedudukannya diganti oleh kain songket tersebut. Inilah sebabnya baik didaerah leluhur si Raja Batak pun pada waktu acara perkawinan kain songket ini biasa dipakai para anak gadis/pengantin perempuan sebagai pengganti ulos nanidondang. Disinilah pertanda atau merupakan suatu bukti telah pudarnya nilai ulos bagi orang Batak.

12. Ulos Lobu-Lobu.

Jenis ulos ini biasanya dipesan langsung oleh orang yang memerlukannya, karena ulos ini mempunyai keperluan yang sangat khusus, terutama orang yang sering dirundung kemalangan (kematian anak). Karenanya tidak pernah diperdagangkan atau disimpan diparmonang-monangan, itulah sebabnya orang jarang mengenal ulos ini. Bentuknya seperti kain sarung dan rambunya tidak boleh dipotong. Ulos ini juga disebut ulos “giun hinarharan”. Jaman dahulu para orang tua sering memberikan ulos ini kepada anaknya yang sedang mengandung (hamil tua). Tujuannya agar nantinya anak yang dikandung lahir dengan selamat.

Masih banyak lagi macam-macam corak dan nama-nama ulos antara lain: Ragi Panai, Ragi Hatirangga, Ragi Ambasang, Ragi Sidosdos, Ragi Sampuborna, Ragi Siattar, Ragi Sapot, Ragi si Imput ni Hirik, Ulos Bugis, Ulos Padang Rusa, Ulos Simata, Ulos Happu, Ulos Tukku, Ulos Gipul, Ulos Takkup, dan banyak lagi nama-nama ulos yang belum disebut disini. Menurut orang-orang tua jenis ulos mencapai 57 jenis.

Seperti telah diterangkan, ulos mempunyai nilai yang sangat tinggi dalam upacara adat batak, karena itu tidak mungkin kita bicarakan adat batak tanpa membicarakan hiou, ois, obit godang atau uis yang kesemuanya adalah merupakan identintas orang Batak.

Penerima Ulos

Menurut tata cara adat batak, setiap orang akan menerima minimum 3 macam ulos sejak lahir hingga akhir hayatnya. Inilah yang disebut ulos “na marsintuhu” (ulos keharusan) sesuai dengan falsafah dalihan na tolu. Pertama diterima sewaktu dia baru lahir disebut ulos “parompa” dahulu dikenal dengan ulos “paralo-alo tondi”. Yang kedua diterima pada waktu dia memasuki ambang kehidupan baru (kawin) yang disebut ulos “marjabu” bagi kedua pengantin (saat ini desebut ulos “hela”).
Seterusnya yang ketiga adalah ulos yattg diterima sewaktu dia meninggal. dunia disebut ulos “saput”.

I. Ulos Saat Kelahiran.

Ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama apakah anak yang lahir tersebut anak sulung atau tidak. Dan yang kedua apakah anak tersebut anak sulung dari seorang anak sulung dari satu keluarga. 1. Bila yang lahir tersebut adalah anak sulung dari seorang ayah yang bukan anak sulung maka yang mampe goar disamping sianak, hanyalah orangtuanya saja (mar amani… ). 2. Sedang bila anak tersebut adalah anak sulung dari seorang anak sulung pada satu keluarga maka yang mampe goar disamping sianak, juga ayah dan kakeknya (marama ni… dan ompu ni… ).

Gelar ompu… bila gelar tersebut mempunyai kata sisipan “si”, maka gelar yang diperoleh itu diperdapat dari anak sulung perempuan (ompung bao).
Bilamana tidak mendapat kata sisipan si… maka gelar ompu yang diterimanya berasal dari anak sulung laki-laki (Ompung Suhut).

Untuk point pertama, maka pihak hula-hula hanya menyediakan dua buah ulos yaitu ulos parompa untuk sianak dan ulos pargomgom mampe goar untuk ayahnya. Untuk sianak sebagai parompa dapat diberikan ulos mangiring dan untuk ayahnya dapat diberikan ulos suri-suri ganjang atau ulos sitoluntuho.
Untuk point kedua, hula-hula harus menyediakan ulos sebanyak tiga buah, yaitu ulos parompa untuk sianak, ulos pargomgom untuk ayahnya, dan ulos bulang-bulang untuk ompungnya.

Seiring dengan pemberian ulos selalu disampaikan kata-kata yang mengandung harapan agar kiranya nama anak yang ditebalkan dan setelah dianya nanti besar dapat memperoleh berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Disampaikan melalui umpama (pantun). Pihak hula-hula memberikan ulos dari jenis ulos bintang maratur, tetapi bila hanya sekedar memberi ulos parompa boleh saja ulos mangiring.

II. Ulos Saat Perkawinan

Dalam waktu upacara perkawinan, pihak hula-hula harus dapat menyediakan ulos “si tot ni pansa” yaitu; 1. Ulos marjabu (untuk pengantin), 2. Ulos pansamot/pargomgom untuk orang tua pengantin laki-laki, 3. Ulos pamarai diberikan pada saudara yang lebih tua dari pengantin laki-laki atau saudara kandung ayah, 4. Ulos simolohon diberikan kepada iboto (adek/kakak) pengantin laki-laki. Bila belum ada yang menikah maka ulos ini dapat diberikan kepada iboto dari ayahnya. Ulos yang disebut sesuai dengan ketentuan diatas adalah ulos yang harus disediakan oleh pihak hula-hula (orang tua pengantin perempuan).

Adapun ulos tutup ni ampang diterima oleh boru diampuan (sihunti ampang) hanya bila perkawinan tersebut dilakukan ditempat pihak keluarga perempuan (dialap jual). Bila perkawinan tersebut dilakukan ditempat keluarga laki-laki (ditaruhon jual) ulos tutup ni ampang tidak diberikan.

Sering kita melihat begitu banyak ulos yang diberikan kepada pengantin oleh keluarga dekat. Dahulu ulos inilah yang disebut “ragi-ragi ni sinamot”. Biasanya yang mendapat ragi ni sinamot (menerima sebahagian dari sinamot) memberi ulos sebagai imbalannya. Dalam umpama (pantun) dalam suku Batak disebut “malo manapol ingkon mananggal”. Pantun ini mengandung pengertian, orang Batak tidak mau terutang adat.
Tetapi dengan adanya istilah rambu pinudun yang dimaksudkan semula untuk mempersingkat waktu, berakibat kaburnya siapa penerima “goli-goli” dari ragi-ragi ni sinamot. Timbul kedudukan yang tidak sepatutnya (margoli-goli) sehingga undangan umum (ale-ale) dengan dalih istilah “ulos holong” memberikan pula ulos kepada pengantin.

Tata cara pemberian.
Sebuah ulos (biasanya ragi hotang) disediakan untuk pengantin oleh hula-hula. Orang tua pengantin perempuan langsung memberikan (manguloshon) kepada kedua pengantin yang disebut “ulos marjabu”. Apabila orang tua pihak perempuan diwakilkan kepada keluarga dekat, maka dia berhak memberikan ulos kepada pengantin, akan tetapi bila orang tua laki-laki yang diwakilkan, maka ulos pansamot harus diterima secara terlipat.

Sedangkan ulos pargomgom (untuk pangamai) dapat diterima menurut tata cara yang biasa, dan pada peristiwa ini harus disediakan ulos sebanyak dua helai (ulos pasamot dan ulos pargomgom). Dalam penyampaian ulos biasanya diiringi dengan berbagai pantun (umpasa) dan berbagai kata-kata yang mengandung berkah (pasu-pasu). Setelah diulosi dilanjutkan penyampaian beras pasu-pasu (boras sipir ni tondi) ditaburkan termasuk kepada umum dengan mengucapkan “h o r a s” tiga kali.

Selanjutnya menyusul pemberian ulos kepada orang tua pengantin laki-laki atau yang mewakilinya dalam hal ini seiring dengan penyampaian umpasa dan kata-kata petuah. Sesudah itu berjalanlah pemberian ulos si tot ni pansa kepada pamarai dan simolohon. Biasanya pemberian ini disampaikan oleh suhut paidua (keluarga/turunan saudara nenek).
Setelah ulos lainnya berjalan maka sebagai penutup adalah pemberian ulos dari tulang (paman) pengantin laki-laki.

Tata cara urutan pemberian ulos adalah sebagai berikut; 1. Mula-mula yang memberikan ulos adalah orang tua pengantin perempuan, 2. Baru disusul oleh pihak tulang pengantin perempuan termasuk tulang rorobot, 3. Kemudian disusul pihak dongan sabutuha dari orang tua pengantin perempuan yang disebut paidua (pamarai), 4. Kemudian disusul oleh oleh pariban yaitu boru dari orang tua pengantin perempuan, 5. Dan yang terakhir adalah tulang pengantin laki-laki, setelah kepadanya diberikan bahagian dari sinamot yang diterima parboru dari paranak dari jumlah yang disepakati sebanyak 2/3 dari pihak parboru dan 1/3 dari paranak. Bahagian ini disampaikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada tulang/paman pengantin laki-laki, inilah yang disebut “tintin marangkup”.

III. Ulos Saat Kematian.

Ulos yang ketiga dan yang terakhir yang diberikan kepada seseorang ialah ulos yang diterima pada waktu dia meninggal dunia. Tingkat (status memurut umur dan turunan) seseorang menentukan jenis ulos yang dapat diterimanya.

Jika seseorang mati muda (mate hadirianna) maka ulos yang diterimanya, ialah ulos yang disebut “parolang-olangan” biasanya dari jenis parompa.
Bila seseorng meninggal sesudah berkeluarga (matipul ulu, marompas tataring) maka kepadanya diberi ulos “saput” dan yang ditinggal (duda, janda) diberikan ulos “tujung”.
Bila yang mati orang tua yang sudah lengkap ditinjau dari segi keturunan dan keadaan (sari/saur matua) maka kepadanya diberikan ulos “Panggabei”.

Ulos “jugia” hanya dapat diberikan kepada orang tua yang keturunannya belum ada yang meninggal (martilaha martua).

Khusus tentang ulos saput dan tujung perlu ditegaskan tentang pemberiannya. Menurut para orang tua, yang memberikan saput ialah pihak “tulang”, sebagai bukti bahwa tulang masih tetap ada hubungannya dengan kemenakan (berenya).
Sedang ulos tujung diberikan hula-hula, dan hal ini penting untuk jangan lagi terulang pemberian yang salah.

Tata cara pemberiannya.
Bila yang meninggal seorang anak (belum berkeluarga) maka tidak ada acara pemberian saput. Bila yang meninggal adalah orang yang sudah berkeluarga, setelah hula-hula mendengar khabar tentang ini, disediakanlah sebuah ulos untuk tujung dan pihak tulang menyediakan ulos saput. Pemberiannya diiringi kata-kata turut berduka cita (marhabot ni roha). Setelah beberapa hari berselang, dilanjutkan dengan acara membuka (mengungkap) tujung yang dilakukan pihak hula-hula. Setelah mayat dikubur, pada saat itu juga ada dilaksanakan mengungkap tujung, tergantung kesepakatan kedua belah pihak.

Hula-hula menyediakan beras dipiring (sipir ni tondi), air bersih untuk cuci muka (aek parsuapan), air putih satu gelas (aek sitio-tio). Pelaksanaan acara mengungkap tujung umumnya dibuat pada waktu pagi (panangkok ni mata ni ari). Setelah pihak hula-hula membuka tujung dari yang balu, dilanjutkan dengan mencuci muka (marsuap). Anak-anak yang ditinggalkan juga ikut dicuci mukanya, kemudian dilanjutkan dengan penaburan beras diatas kepala yang balu dan anak-anaknya.

Memberi ulos panggabei.
Bila seseorang orang tua yang sari/saur matua meninggal dunia, maka seluruh hula-hula akan memberi ulos yang disebut ulos Panggabei. Biasanya ulos ini tidak lagi diberikan kepada yang meninggal akan tetapi kepada seluruh turunannya (anak, pahompu, dan cicit). Biasanya ulos ini jumlahnya sesuai dengan urutan hula-hula mulai dari hula-hula, bona tulang, bona ni ari, dan seluruh hula-hula anaknya dan hula-hula cucu/cicitnya.
Acara kematian untuk orang tua seperti ini biasanya memakan waktu sangat lama, adakalanya mencapai 3-5 hari acaranya. Biaya acaranya cukup besar, karena inilah acara puncak kehidupan orang yang terakhir.

Yang Memberikan Ulos

Di wilayah Toba, Simalungun dan Tanah Karo pada prinsipnya pihak hula-hulalah yang memberikan ulos kepada parboru/boru (dalam perkawinan). Tetapi diwilayah Pakpak / Dairi dan Tapanuli Selatan, pihak borulah yang memberikan ulos kepada kula-kula (kalimbubu) atau mora. Perbedaan spesifik ini bukan berarti mengurangi nilai dan makna ulos dalam upacara adat.

Semua pelaksanaan adat batak dititik beratkan sesuai dengan “dalihan na tolu” (tungku/dapur terdiri dari tiga batu) yang pengertiannya dalam adat batak ialah dongan tubu, boru, hula-hula harus saling membantu dan saling hormat menghormati.
Di wilayah Toba yang berhak memberikan ulos ialah : 1. Pihak hula-hula (tulang, mertua, bona tulang, bona ni ari, dan tulang rorobot). 2. Pihak dongan tubu (ayah, saudara ayah, kakek, saudara penganten laki-laki yang lebih tinggi dalam kedudukan kekeluargaan). 3. Pihak pariban (dalam urutan tinggi pada kekeluargaan).

Ale-ale (teman kerabat) yang sering kita lihat turut memberikan ulos, sebenarnya adalah diluar tohonan Dalihan na tolu (pemberian ale-ale tidak ditentukan harus ulos, ada kalanya diberikan dalam bentuk kado dan lain-lain).

Dari urutan diatas jelaslah bahwa yang berhak memberikan ulos adalah mereka yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam urutan kekeluargaan dari sipenerima ulos.

(Penulis adalah Wartawan, dan Ketua Nahdatul Ulama dan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Toba Samosir tinggal di Balige. Aktip sebagai perajin tenun ulos. Artikel ini ditulis, Pebruari 2005)

Tautan :

Ulos Ragi Napitu
Ulos Produk Eksotik
Proses Pembuatan Ulos
Ulos Mesa
Sopo dohot Ulos
Perajin Ulos
Baliga Ditangan Pria
Ulos batau Untuk Sultan Jogya
Songket Batak Tandingi Songket Palembang
Tenun Ulos ATBM

62 tanggapan untuk “MENGENAL ULOS BATAK

  1. Terimakasih artikelnya..Ito.Tidak sangka ada 57 jenis ulos?..Banyak juga…ya…Hmmm bagaimana menghapalnya ini…

    Artikel2 seperti ini perlu di dokumentasikan….untuk turunan2 berikutnya. Saya permisi untuk print…ya…


    **** Kita akan berusaha mengumpulkan nama dan jenis ulos ini. Kalau masih ada pertinggalnya akan kita dokumentasikan. Tapi lambat ya ito ?

  2. Jika kita melihat semua jenis ulos dan jenis fungsinya, sungguh sangat bagus dan tertata rapi. Ulos tidak sembarang dipakai/digunakan, menggambarkan bahwa dalam hidup sehari-hari juga kita tidak boleh sembarangan, semua ada aturan dan etikanya. Kagum dengan opputta sijolo-jolo tubu yang mewariskan adat kita. Tapi saat ini justru banyak yang menyalahkan adat apalagi ulos, katanya itu setan. Kalau kita melihat penggunaan ulos diatas sama sekali tidak ada hubungannya dengan setan atau begu.
    Yang mengatakan ulos itu setan, dipelajari dari mana ya?

    *** Mungkin dia kesetanan lae 😀

  3. sayangnya, seperti apa sejarah lahirnya ulos sebagai perangkat adat penting di tanah batak, belum terungkap dalam tulisan ini. padahal aku sangat ingin tahu. horas jala gabe…

  4. Ada baiknya kalo ditambahkan informasi berupa foto atau gambar ciri-ciri/pola tiap jenis ulos.. mungkin pedagang ulos blm hafal semuanya ya? mauliate

    *** Akan diusahakan

  5. Inilah salah satu upaya untuk melestarikan Budaya dengan meberikan informasi yang seluas-luasnya bagi masyarakat umum. Teimakasih buat penulis.. Tetap berkarya, dan tetap positif. Salam.

  6. waooooo
    simpan dulu ahhhh
    makasih lae atas informasinya
    sebelumnya aku ga tau lae
    walaupun aku orang batak tapi aku ga tau
    thanks

  7. Sepertinya ulos Angkola agak beda-beda dikit deh 🙂 Kalo ada rujukannya, tolong ditulis juga soal ulos Angkola, Ito. Mauliate.

  8. Yth, Bp. Oloan
    Saya bermaksud merilis website mengenai ulos batak. tapi saya msh kekurangan materi. Jika diijinkan saya bermaksud mengutip dari tulisan Bapak. terimakasih. HORAS

    *** Asalkan menyebut nama sumbernya (penulis dan blog ini)

  9. Adakah Ulos yang sepsial ditenun untuk mengiringi JOGED POCO-POCO dan DANGDUTAN di ulaon pesta nikah adat batak??

    *** Yang warna dasarnya merah, biru, kuning, hijau menyala itu namanya “sekka nauli” dapat digunakan untuk dangdutan. Sayangnya, sekarang itu sudah dikategorikan ulos dan diberi kepada pengantin.

  10. senang mendapat pencencerahan tentang ulos, disitus ini.
    bagaimana konsep warna ulos masa sekarang sudah banyak yang tidak sesuai dengan motif ulos aslinya karena motif tersebut sudah diproduksi dengan mesin. apakah ini tergolong kreatifitas? atau akan terjadi degradasi nilai budaya serta makna filosofis ulos itu sendiri? terima kasih

  11. Mauleate ma, lam tamba parbinotoan taringot tu ulos batak. Alai mancai denggan do nian molo adong muse gambar-gambar ni angka ulos asa binoto membedahon ulos na adong di hita halak batak.

  12. Banyak amat jenis ulos ternyata… Apakah seorang anak yg baru lahir harus jg diulosi Ito? Bagaimana dg anak laki2 jk tdk diulosi oleh Bapaknya yg batak tulen tp udh lama menetap di jawa? Salam kenal buat Ito. Mauliate.

    *** Ulos itu kan pertanda orang batak mencurahkan kasih sayang. Salam buat ito.

  13. Horas,
    Lae, beha molo gombar ni ulos i tong dipadohot di bagas. Mauliate ala adong na manurat tarsingot ulos batak, asa unang holan halak sileban na manurat i. Sai anggiat lamtambah na manulukiti tarsinot batak.
    mauliate

  14. Horas lae Naipospos & akka dongan.
    Adong sukkun2 saotik di toruon,

    Ada titipan pertanyaan ingin aku tanyakan. Ada seorang rekan yg ingin menikah, dia orang batak dan calonnya boru menado. Sesuai kesepakatan kedua orangtua, mereka akan menikah tanpa memakai adat batak atau menado dari awal, jadi secara nasional istilahnya.

    Apakah di pesta pernikahan mereka nanti boleh tetap ada acara mangulosi bagi kedua mempelai walaupun mereka tidak memakai adat?

    Bila boleh, siapa saja yg sebaiknya memberikan ulos tsb dan apakah hanya diberikan kpd mempelai atau juga kpd orangtua si wanita dari menado itu?

    Apakah makna ulos tsb tetap sama dgn ulos yg diberikan bila pesta dilakukan secara adat batak?

    Mauliate tu pandapot muna.

    *** Sebaiknya menerima apa saja sesuai dengan adat kebiasaan pihak mertua. Karena tidak acara adat batak, kenapa mertua yang menado harus melakukan yang tidak mereka biasa?. Kalau mereka (kedua belah pihak ingin memberi dan menerima ulos karena memiliki pemahaman yang sama tentang mangulosi ya laksanakan saja.) Yang masalah adalah bila dilakukan tanpa memahaman dan pemaknaan. Bila hanya sekedar assesori acara saja untuk apa dilakukan?

  15. @ Lae Nainggolan,

    Saya mau bebagi pengalaman.
    Saya pernah menemukan hal seperti ini di Jakarta. Pesta pernikahan, resepsi.

    Ompung si pengantin pria datang dari kampung, pahompunya diulosi.
    Saya sampaikan, kenapa harus diulosi, berikan saja kado.
    Apa yang Bapak lakukan itu, tidak mereka pahami dan akibatnya itulah dianggap cara yang benar. Apakah itu yang harus dilakukan mangulosi kapan saja dan dimana saja, adat sudah tidak dijalankan sebagaimana aturannya.

    Beliau jawab, “Ndang sonang roha”
    Saya sampaikan, posisi kita datang sama seperti orang lain, tamu, undangan. Bukan sebagai Tulang (Saya tulangnya mempelai pria)
    Karena sebagai undangan, saya datang seperti undangan yang lain, tanpa mangulosi. Saya berfikir, saya akan mangulosi pada tempat yang tepat.

  16. maju ma bangso batak, tolong artikel mengenai batak khususnya mengenai ulos batak diperluas lagi agar generasi batak tahu akan ulos kebanggan tersebut.

  17. Makasih ya ito atas informasinya. kalo bole kasi saran ito , gimana kalau jenis ulosnya disertakan juga gambarnya. supaya kita tau seperti apa ulosnya dan bisa bedakan. Mauliate 🙂

  18. horas lae mau tanya , apa makna dari sebuah ulos beberapa kali saya dengar makna dari ulos ini sering berbeda beda mauliate lae horas

  19. horas lae mau tanya , apa makna dari sebuah ulos beberapa kali saya dengar makna dari ulos ini sering berbeda beda mauliate lae horas

  20. Terimakasih atas uraiannya, sebagai informasi tambahan, terdapat ulos khusus turunan Raja Silahisabungan, namanya Gobar Silalahi. Ulos ini sangat sakral bagi turunan Silahisabungan, adanya di Silalahi Nabolak, awalnya di tenun oleh putri tunggal Raja Silahisabungan dengan penuh linangan airmata (andung-andung)

  21. syallom, ito aku mau tau donk gambar-gambar ulos sesuai dengan nama-nama ulos diatas, tolong yah to aku perlu banget buat refrensi aq, thanks GBU

  22. Tahniah dan Syabas dengan pengeluaran hasil research yang begitu baik. Saya harap semua kaum Batak yang mengetahui dari hal budaya Batak, janganlah segan-segan menggunakan ulos Batak, terlebih waktu masa perkahwinan anak-anak kita, dan juga waktu masa duka iaitu dimasa pengkebumian, supaya dunia tahu, samada kita menetap di Indonesia, Malaysia, Australia, mahupun Amerika Syarikat. Pergilah ke Tapanuli, dll. dan beli seberapa banyak ulos yang di perlukan, Mauliate. Horas.

  23. Benar juga komentar tulang B.H.Sillahi. Ulos Gobar merupakan raja ni ulos di Silalahi Nabolak. Banyak jenis lain yang di luat na asing tidak ditemukan seperti polang-polang, dsb. perlu juga diteliti sebagai perbandingan

  24. terima kasih atas infonya…….
    sangat membantu saya untuk mengetahui fungsi2 ulos tersebut….
    saya memang hmpir setiap hari melihat ulos ketika masih dikampung….
    tapi saya tidak tau secara jelas fungsi dari masing2 ulos dan bahkan yang lebih parah tak semua ulos itu saya tau namanya….
    tapi karena sudah diterangkan tadi, sayya jadi tau…
    sekali lagi ” MAULIATE GODANG ”

    HORAS ma dihita sudena

  25. horas ma dihamu sude parjolo hu dokon tu hamu sude aka hamu amang nami, inang nami sude adong naig hu sukun tu hamu sude aha do arti ni ulos tu hita sude alana godang do au bereng gereja di palembang on na mandokon ulosi alat pamuja setan jdi di wajib kan untuk di bakar. tolong majo jawab pertanyan aku alana bimbang do au di baen i a au takukan au salah lakah dalam mambuat keputusan sebelumya moleate godang au pasahaton tuhamu parjolo
    horas

  26. Ndang na tutu molo nidok ulos i alat pemuja setan, ai godang do guna ni i ai ni pangke do ni na jolo ditingki ndang adong dope abit dohot sarong manang tutup kepala, kegunaan na asing ima penunjang dalihan na tolu, prinsip di hita halak batak asa ingkon sai menghormat do angka anak, boru manang hula2, air status i marputar do i di ganop hita. On do na huboto alai bahat do kegunaan ni ulos na asing, molo adong na mamboto, ba paboama dison.
    Horas

  27. as ww,
    horas bang oloan,

    saya pengiat seni di medan, dan tertarik dengan artikel abang tentang ulos batak, sebelumnya mohon izin pada abang untuk
    mengcopy artikel ini,

    ‘muliate godang,
    wasalam
    albalga tambunan
    0812631078

  28. saluted… batak tradition for high tecnologi n art exploration maken ”ULOS: one of world heritage,,to the culture

  29. Horasss,,, Tano Batak,
    Ulos merupakan ciri Khas orang Batak, Dimana lewat ulos ini orang batak dapat menunjukkan nilai budaya ya,, yang begitu rumit dan luwess,,,
    Oh yaa,, Tolong dulu berikan referensi buku tentang fungsi ulos,, Bls ke web saya saja.
    Horass

  30. Horrasss……..
    Artikelnya bagus dan menambah wawasan saya…..hanya saja tolong tambahkan gambar dari masing2x ulos itu Tulang…Saya bukan orang Batak…Tapi saya sangat suka ULOS….

  31. Wah…ternyata sukuku…banyak budayanya termasuk Ulos……mari kita anak muda lestarikan…kalau kita bergerak semua……saya yakin ulos tidak kalah dengan batik diterima Unesco….setuju…..uuuuuuuuuuuuu….?. Yang setuju angkat tangan…saya mau mempublikasi ini menjasi buku bacaan anak……..Mudah2 buku ini m,enang nasional….2007 saya menang di jakarta lomba guru…mengangkat budaya batak…bagaimana lae…boi do kan?…….
    (Medan……penulis cerpen SIB)
    (tomridu.com74@yahoo.co.id

  32. horas…amang/abang
    klo mw tanya soal boleh tidaknya penggunaan ulos untuk aplikasi pakaian atau pernak pernik bisa tanya siapa yahhh…untuk keperluan sekolah…
    mauliate sebelumnya….

  33. “marhoi-hoi pe au inang da tu dolok tu toruan
    mangalu-lui ngolu-ngolu naboi parbodarian….
    alai sudena gelleng hi da sai sahat tu tujuan
    anakkon hi do hamoraon di au…..
    horas

  34. mantap!
    mari lestarikan budaya batak!
    MARSIPATURE HUTA NA BE
    sai debere debatama nadear hubani halak na melestarihon budaya batak.
    horas. diatei tupa.

  35. mari kita lestarikan budaya batak..mohon diperbanyak mengenai artikel ttg budaya batak, supaya generasi baru tidak ketinggalan..thx buat penulis..gbu
    HORAS..

  36. Horas ma di Rajai…..:-)
    Terimakasih banyak sudah membuat tulisan yang sangat berharga ini. Kita sudah mengetahui ulos batak namun masih di level ikut-ikutan. Ini bukan dikarenakan ketidak-cintaan kita terhadap budaya Batak, namun lebih dikarenakan pikiran, tenaga dan waktu tersita untuk mangalului parmangan (cari makan).
    :
    Kalau boleh dilengkapi dengan gambar masing-masing ulosnya Amang Raja. Disiala haradeon muna jumolo hupasahat hami mauliate godang. Sai dipasu-pasu Tuhanta ma sude ulaon dohot sude keluarga dohot pinomparmuna anggiat marsangap dijolo ni angka dongan jolma jala gabe hasian di jolo ni Tuhanta.
    :
    Gabe ma jala horas,
    Mauliate…..:-)

  37. bagus artikelnya amang… saya baru tau jika ulos batak itu banyak jenisnya, maklum ortu kita tidak pernah menjelaskan mengenai ulos batak. jangankan ulos batak, bahasa batak pun sudah banyak generasi muda batak yg lupa (ale molo au boi do marbahasa batak).. saran saya tolong di tambahkan gambar untuk masing2 ulos..

    minta ijin untuk mempulikasikan artikel ini di blog saya (akan saya tulis sumbernya). mauliate..

  38. Bagus sekali tulisannya, kalo bisa ditampilkan gambarnya dan referensi sumbernya, Ada pertanyaan perbedaan jugla atau pinucaan dgn ragi hidup . Apakah sama warnanya?. banyak sekarang sebagai suhut sihabolonan saat pertamakali pesta mengawinkan anak or boru memakai puncha.malah dikomentari ?? Padahal mungkin yg dipakai ragi hidup dan itu dibenarkan. Tks

  39. artikelnya kurang pas…@penjelasan masih 75% harusnya dilengkapi gambar…tp okelah tahap pertama mauliate Horas.

  40. artikel yg sangat membantu utk pengenalan budaya batak toba yg semakin hari semakin hilang di permukakan bumi indonesia ini.
    horas tano batak

  41. Saya ingin bertanya :
    1.apa semua jenis ulos boleh di gunakan unk dikreasikan sebagai baju ,tas dan lainnya,,(ulos jenis apa aja yang boleh di pergunakan )
    2.sekiranya di tambahkan ornamaen / aplikasi yang berhubungan dgn budaya batak di atas kain ulos apa itu mengurangi atau merusak nilai dari ulos tersebut ( Contoh : Menambahkan lambang2 budaya batak dengan bordiran di atas kain ulos )

    Mohon informasinya karena saya sedang ingin menggunakan ulos dan memasukan unsur budaya batak di dalam kreasi saya dalam merancang busana.dan saya sangat berterima kasih sekali jika ada masukan atau ide yang lain yang bisa saya kreasikan di dlm rancangan saya yang berhungan dengan budaya batak

    Salam
    Nank
    Bogobogo81@yahoo.co.id

  42. walaupun saya org Toraja,tapi trima kasih infox krna jdi bsa nambah pengetahuan tentang sesama budaya di Indonesia

  43. Siallagan
    Sibaso Bolon do namangajari halak Batak mambaen ulos ito, Nanang
    bah tabonai itoanon, arga do ilmu ito, molonaeng marsiajar hamuna bah ro hamunatu tano Batakon ito manang baenma tondongmna sada halak bataki di daerahmuna bah buatma rohanai antongasa diajari hamuna, dangi ito?, tandahianho itosileban,sainaengpre2, ilmuna porlu marsaor dohot nampunailmu dangolohamuna? tabonai

Tinggalkan komentar